TARIKH : 4 Oktober 2016
Soalan: Lakarkan peta minda Konsep Ummah menurut Islam.
Jawapan:
Soalan: Senaraikan budaya material dan non-material bagi 5 etnik di Malaysia.
Soalan: Lakarkan peta minda Konsep Ummah menurut Islam.
Jawapan:
Soalan: Senaraikan budaya material dan non-material bagi 5 etnik di Malaysia.
Jawapan:
- Etnik Minang
- Budaya Material
1) Seni Bangunan
Rumah adat Minangkabau disebut rumah gadang. Rumah gadang terdiri atas biliek sebagai ruang tidur, dan didieh sebagai ruang tamu. Ciri utama rumah itu adalah bentuk lengkung atapnya yang disebut gonjong yang artinya tanduk rebung. Antara atap dan lantai terdapat pegu. Di desa Balimbing lebih kurang 10 km dari timur kota Batu Sangkar banyak dijumpai rumah gadang yang berumur 300 tahun.
Gambar 3. Rumah Gadang yang ada di Nagari Pandai Sikek dengan dua buah Rangkiang di depannya . (WIkimedia Commons) |
2) Seni Tari
Tari-tarian yang ada adalah tari silat kucing dan tari silat tupai malompek yang masih dijumpai di daerah-daerah Payakumbuh. Lagu yang digunakan dalam tari itu adalah Cak Din Din, Pado-Pado, Siamang Tagagau, Si Calik Mamenjek, Capo, dan Anak Harimau dalam Gauang. Selain itu juga terdapat tari piring, tari Lilin, tari payung, dan tari serampang dua belas.
Gambar 4. Tari piring (ANTARA SUMBAR/Eko Fajri) |
3) Seni Musik
Alat-alat musik tradisonal dari suku bangsa Minangkabau adalah saluang dan talempong. Saluang biasa dikenal dengan seruling, sedangkan talempong mirip dengan gamelan yang dibunyikan dengan pemukul.
Gambar 5. Saluang (Wikimedia Commons) |
Gambar 6. Talempong yang sedang dimainkan (WIkimedia Commons) |
4) Seni Sastra
Seni sastra yang berkembang pada suku bangsa Minangkabau dan pada umumnya adalah seni sastra pantun yang berupa nasihat.
- Budaya Non-material
a. Sistem Kepercayaan/Religi Suku Minangkabau
Sebagian besar masyarakat Minangkabau beragama Islam. Masyarakat desa percaya dengan hantu, seperti kuntilanak, perempuan menghirup ubun-ubun bayi dari jauh, dan menggasing (santet), iaitu menghantarkan racun melalui udara. Upacara-upacara adat di Minangkabau meliputi :
1) upacara Tabuik adalah upacara peringatan kematian Hasan dan Husain di Padang Karabela;
2) upacara Kitan dan Katam berhubungan dengan lingkaran hidup manusia, seperti:
a) upacara Turun Tanah/Turun Mandi adalah upacara bayi menyentuh tanah pertama kali,
b) upacara Kekah adalah upacara memotong rambut bayi pertama kali.
3) Upacara selamatan orang meninggal pada hari ke-7, ke-40, ke-100, dan ke-1000.
b. Sistem Politik Suku Minangkabau
Kepala suku masyarakat Minangkabau disebut penghulu, dubalang, dan manti. Dubalang bertugas menjaga keamanan kampung, sedangkan manti berhubungan dengan tugas-tugas keamanan. Kesatuan dari beberapa kampung disebut nagari. Sistem pemerintahannya dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
- Laras Bodi-Caniago berhubungan dengan tokoh Datuek Parapatiek nan Sabatang.
- Laras Koto-Piliang berhubungan dengan tokoh Datuek Katumenggungan.
Dalam sistem pemerintahan Laras Bodi-Caniago menunjukkan sistem yang demokratis, karena musyawarah
selalu diutamakan.
2. Etnik Bugis
- Budaya Material
- Pakaian
Selain peraturan pemakaian baju bodo itu, dahulu juga masih sering didapati perempuan Bugis-Makassar yang mengenakan Baju Bodo sebagai pakaian pesta, utamanya pada pesta pernikahan. Akan tetapi saat ini, baju adat ini sudah semakin terkikis oleh perubahan zaman. Baju bodo kini terpinggirkan, digantikan oleh kebaya modern, gaun malam yang katanya modis, atau busana-busana yang lebih simpel dan mengikuti trend. Meskipun demikian, di daerah-daerah tertentu atau kampung-kampung bugis di luar kota yang jauh dari pengaruh budaya luar, baju bodo masih banyak dikenakan untuk acara-acara pernikahan dan acara-acara lain. Baju bodo juga tetap dikenakan oleh mempelai perempuan dalam resepsi pernikahan ataupun akad nikah. Begitu pula untuk passappi’-nya (Pendamping mempelai, biasanya anak-anak). Juga digunakan oleh pagar ayu.
- Warna jingga dan merah darah digunakan oleh perempuan umur 10-14 tahun.
- Warna merah darah untuk 17-25 tahun.
- Warna putih digunakan oleh para inang dan dukun.
- Warna hijau diperuntukkan bagi puteri bangsawan
- Warna ungu dipakai oleh para janda.
- Sistem Kesenian Suku Bugis
- Rumah adat suku bangsa Bugis Makassar berupa panggung yang terdiri atas 3 bahagian sebagai berikut:
- Kalle balla adalah untuk tamu, tidur,dan makan.
- Pammakkang adalah untuk menyimpan pusaka.
- Passiringang adalah untuk menyimpan alat pertanian.
- Budaya Non-material
Sistem Kepercayaan/Religi Suku Bugis
Masyarakat Bugis banyak tinggal di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Mereka penganut Islam yang taat. Masyarakat Bugis juga masih percaya dengan satu dewa tunggal yang mempunyai nama-nama sebagai berikut.- Patoto-e adalah dewa penentu nasib.
- Dewata Seuwa-e adalah dewa tunggal.
- Turie a’rana adalah kehendak tertinggi.
Masyarakat Bugis menganggap bahwa budaya (adat) itu keramat. Budaya (adat) tersebut didasarkan atas lima unsur pokok panngaderreng (aturan adat yang keramat dan sakral), yaitu sebagai berikut.b. Sistem Kekerabatan Suku Bangsa Bugis
Perkawinan yang ideal di Makassar sebagai berikut.- Assialang Marola adalah perkawinan antara saudara sepupu sederajat kesatu baik dari pihak ayah/ibu.
- Assialanna Memang adalah perkawinan antara saudara sepupu sederajat kedua baik dari pihak ayah/ibu.
Perkawinan yang dilarang adalah perkawinan anak dengan ayah/ibu dan menantu dengan mertua.Kegiatan-kegiatan sebelum perkawinan, meliputi:- Mappuce-puce adalah meminang gadis,
- Massuro adalah menentukan tanggal pernikahan,
- Maddupa adalah mengundang dalam pesta perkawinan.
c. Sistem Politik Suku Bugis
Masyarakat Bugis Makassar kebanyakan mendiami Kabupaten Maros dan Pangkajene. Mereka tinggal di sebuah kampung yang terdiri atas 10 – 20 buah rumah. Kampung pusat ditandai dengan pohon beringin besar yang dianggap keramat dan dipimpin oleh kepala kampung disebut matowa. Gabungan kampung disebut wanua sama dengan kecamatan.Lapisan masyarakat Bugis Makassar sebelum kolonial Belanda adalah: ana’ karung adalah lapisan kaum kerabat raja, to-maradeka adalah lapisan orang merdeka, ata adalah lapisan budak.d. Sistem Ekonomi Suku Bugis
Mata pencarian masyarakat Bugis-Makassar iaitu pertanian, pelayaran, dan perdagangan. Masyarakat Bugis Makassar juga telah mewarisi hukum niaga. Ammana Gappa dalam bukunya Ade’allopiloping Bicaranna Pabbalue yang ditulis pada abad ke-17, menyebutkan sambil berlayar mereka berdagang di pulau-pulau di Indonesia. Selain itu mereka juga membuat kerajinan rumah tangga seperti tenunan sarung.
3. Etnik kadazan dusun
Budaya material
Pakaian :
- Pakaian Tradisional Suku Kaum Kadazan Penampang dikenali sebagai 'Sinuangga' yang dipakai oleh kaum wanita dan 'Gaung' untuk para lelaki.
-Baju ini selalunya menggunakan kain hitam(kain baldu) yang bersulamkan benang emas. Ia dipakai semasa sambutan Pesta Menuai.
-'Sinuangga' dilengkapi dengan perhiasan ikatan pinggang yang dipanggil 'Himpogot'(logam perak/2 lilitan pada bahagian atas dan bawah perhiasan di pinggang) dan 'Tangkong'(logam tembaga/3 lilitan)
-'Gaung'(dihiasi dengan renda keemasan&butang betawi) dengan topi yang dinamakan 'Siga'(tanjak dari kain dastar yang ditenun),ia juga disertakan dengan 'Sandangon'(hiasan dripda daun palma hanya dipakai ketika mempersembahkan tarian Sumazau) yang dipakaikan secara menyilang pada tubuh badan.
- Pakaian Traditional Suku Kaum Dusun Tambunan dipanggil 'Sinombiaka' bagi yang telah dipermodenkan.Manakala jenis yang asal dikenali dengan nama 'Sinombiaka Rombituon',di mana mempunyai hiasan lebih ringkas.
- Pakaian Tradisional Suku Kaum Dusun Tindal Kota Belud dipanggil ' Sinipak '
Makanan :
Antara makanan tradisi yang terkenal di kalangan kaum Kadazan-Dusun
ialah Hinava, Noonsom, Pinaasakan, Bosou, Tuhau, Sup Kinoring Bakas (tidak halal) dan Sup
Manuk Lihing. Makanan-makanan ini dapat disediakan dengan pelbagai cara mengikut kebiasaan
amalan tradisi kaum Kadazan-Dusun.
Budaya non material
Tarian :
Tarian Sumazau merupakan tarian tradisi suku kaum Kadazandusun yang terkenal di
seluruh Malaysia. Tarian ritualnya memenuhi pelbagai fungsi seperti mengucap kesyukuran yang
berkaitan dengan kegiatan menanam dan menuai padi dan untuk menolak bala, menyemah semangat,
dan mengubati penyakit. Juga melaluinya ibu-bapa/keluarga dapat menonton dan memilih bakal
menantu yang berpotensi.Dikatakan bahawa tarian ini adalah berasal daripada cara burung helang
terbang dan ditiru oleh petani-petani KadazanDusun yang sedang duduk berehat di sebuah pondok
yang dipanggil 'Suhap(Kadazan)/Sulap(Dusun)' oleh warga tempatan selepas penat bekerja
menguruskan padi-padi mereka.
Irama Sumazau adalah perlahan. Alat alat pengiring tarian adalah set gong dan gendang. Pasangan
penari berhadapan dan menggerak-gerakkan kaki berlangkah kecil, sementara tumit kaki diangkat-
turunkan mengikut irama. Ketika menari tangan dikepakkan keluar, gerakannya turun naik seperti
burung terbang. Biasanya Sumazau ditarikan semasa hari keramaian majlis jamuan Pesta Kaamatan.
Kepercayaan :
Pada awalnya,Kaum kadazandusun di Sabah mengamalkan kepercayaan animisme. kepercayaan ini
diwarisi berasaskan fahaman dan adat "pagan" kaum. Bagi masyarakat kadazandusun, Tuhan ialah
"Kinorohingan" yang bersemayam di dunia lain.
Mengikut kepercayaan kaum kadazandusun, Kinorohingan merupakan tuhan di mana mereka
Mengikut kepercayaan kaum kadazandusun, Kinorohingan merupakan tuhan di mana mereka
meminta sesuatu seperti keselamatan dan perlindungan dari sebarang penyakit. Kinorohingan juga
dapat menghalang pengaruh kuasa ghaib seperti "Roogon" atau syaitan. Masyarakat kadazandusun
mempercayai bahawa roh orang mati akan pergi ke Gunung Kinabalu dan apabila tiba masanya roh
itu akan pergi ke syurga atau neraka.
Setiap tahun selepas menuai padi, masyarakat kadazandusun mengadakan upacara "Magavau" iaitu
Setiap tahun selepas menuai padi, masyarakat kadazandusun mengadakan upacara "Magavau" iaitu
upacara kesyukuran bagi menghormati semangat padi. Upacara ini dijalankan oleh "Bobohizan" atau
ketua bomoh dengan membaca mentera.Namun demikian,pada hari ini semakin ramai masyarakat
kadazandusun yang telah memeluk agama Kristian dan agama Islam.
4. ETNIK JAWA
- · Budaya Material
Teknologi Perkapalan
Hasil budaya teknologi Jawa adalah
Kapal Jung iaitu sebuah kapal layar tradisional yang digunakan oleh orang Jawa
pada zaman kerajaan dahulu. Kapal Jung yang disebut sebagai kapal Borobudur ini
telah memainkan peran besar dalam segenap urusan orang Jawa di bidang
pelayaran, selama beratus ratus tahun sebelum abad ke-13. Pelaut Portugis
menyebut juncos, pelaut Italia menyebut zonchi. Istilah jung dipakai pertama
kali dalam catatan perjalanan Rahib Odrico, Jonhan de Marignolli, dan Ibn
Battuta yang berlayar ke Nusantara, awal abad ke-14 mereka memuji kehebatan
kapal Jawa berukuran raksasa sebagai penguasa laut Asia Tenggara. Teknologi
pembuatan Jung tak jauh berbeza dengan pengerjaan kapal Borobudur seluruh badan
kapal dibangun tanpa menggunakan paku.
Seni Tari
Seni Tradisional Jawa adalah karya seni yang diciptakan dan
berasal dari Pulau Jawa, Indonesia. Beberapa contoh dari seni tradisional jawa
antaranya tari gambyong. Kesenian tradisional dari Jawa ada berbagai tetapi
secara umum dalam satu akar budaya kesenian Jawa ada 3 kelompok besar yaitu
Banyumasan (Ebeg), Jawa Tengah dan Jawa Timur (Ludruk dan Reog).
Seni Bangunan
Bentuk bangunan Jawa sangat dipengaruhi oleh agama Hindu,
Buddha dan Islam. Bangunan Jawa juga mengadaptasi bentuk bangunan Tionghoa,
Belanda dan Arab. Sejak dahulu orang Jawa sudah pandai dalam membuat arsitektur
hal ini terbukti dengan ditemukannya sejumlah candi monumental di Jawa seperti
Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Bahkan Jateng-DIY dan Jatim tercatat
sebagai wilayah di Indonesia yang terbanyak memiliki candi dengan lebih dari 50
buah candi. Di Jawa juga banyak terdapat masjid yang merupakan akulturasi
budaya Hindu dan Islam seperti Masjid Agung Demak.
Borobudur
Kalendar Jawa
Kalender Jawa adalah sebuah kalender yang merupakan
perpaduan antara budaya Islam, budaya Hindu-Buddha Jawa dan budaya Eropa. Dalam
sistem kalender Jawa, siklus hari yang dipakai ada dua: siklus mingguan yang
terdiri dari 7 hari seperti yang kita kenal sekarang, dan siklus pekan
pancawara yang terdiri dari 5 hari pasaran. Pada tahun 1625 Masihi, Sultan
Agung yang berusaha keras menyebarkan agama Islam di pulau Jawa dalam kerangka
negara Mataram mengeluarkan dekrit untuk mengubah penanggalan Saka. Sejak saat
itu kalender Jawa versi Mataram menggunakan sistem kalender kamariah atau
lunar, namun tidak menggunakan angka dari tahun Hijrah (saat itu tahun 1035 H).
Angka tahun Saka tetap dipakai dan diteruskan. Hal ini dilakukan demi asas
kesinambungan. Sehingga tahun saat itu yang adalah tahun 1547 Saka, diteruskan
menjadi tahun 1547 Jawa. Dekrit Sultan Agung berlaku di seluruh wilayah
kerajaan Mataram II yaitu seluruh pulau Jawa dan Madura kecuali Banten, Batavia
dan Banyuwangi (Blambangan).
Simbol Kalendar Jawa
Masakan
Budaya petani di Jawa Tengah dan Jawa Timur dikenal sebagai
penyumbang beras terbesar di Indonesia. Jawa Timur dan Jawa Tengah penyumbang
beras terbesar di Indonesia yaitu Jawa Timur 31,27%, Jawa Tengah 23,79%, Jawa
Barat 15,19%, Sulawesi Selatan 10,10% dan Nusa Tenggara Barat 4,6%. Produksi
Bawang merah Jawa mencapai 68% produksi nasional Indonesia. Selain menghasilkan
beras dan bawang terbesar Jateng dan Jatim juga menghasilkan aneka ragam
masakan. Masakan Jawa adalah masakan khas yang berasal dari pulau Jawa, kecuali
Jawa Barat yang mempunyai kekhasan khusus sebagai Masakan Sunda. Masakan Jawa
tempe menjadi masakan antarabangsa dan menjadi satu satunya masakan Indonesia
yang tidak terpengaruh oleh masakan Tionghoa, masakan India, atau masakan Arab.
Nasi Gudeg
- · Budaya Non-Material
Agama
Budaya Jawa juga menghasilkan agama sendiri yaitu Kejawen.
Kejawen berisikan tentang seni, budaya, tradisi, ritual, sikap serta
kepercayaan orang-orang Jawa. Kejawen juga memiliki spiritualistis atau
spiritualistis suku Jawa. Tetapi majoriti orang Jawa sekarang menganut agama
Islam dan sebahagian kecil orang Jawa menganut agama Kristen. Dahulu orang Jawa
menganut agama Hindu, Buddha dan Kejawen. Orang Jawa juga ikut menyebarkan
agama Islam dan Kristen di Indonesia. Orang Jawa unik karana menjadi satu
satunya suku di Indonesia yang berperanan penting dalam menyebarkan 5 agama
besar. Seorang peneliti AS Clifford Geertz pernah meneliti orang Jawa dan melabel
orang Jawa menjadi 3 golongan besar yaitu : Abangan, Priyayi dan Santri.
Masjid Agung Demak, dikata sebagai salah satu tempat
berkumpulnya para wali yang paling awal.
Bahasa
Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan penduduk suku
bangsa Jawa di Jawa Tengah,Yogyakarta & Jawa Timur. Selain itu, Bahasa Jawa
juga digunakan oleh penduduk yang tinggal beberapa daerah lain.
5) ETNIK BAJAU
Budaya Material
- Makanan
Kima adalah nama sejenis kerang laut dan
terdapat dalam beberapa spesis, antaranya lapiran, kima bohe' dan sollot-sollot
(bersaiz kecil dan menyelit di celah-celah permukaan batu). Kima dijadikan lauk
dalam makanan tradisi Orang Bajau. Kima ini boleh dimakan mentah-mentah (inta')
setelah dihiris atau dipotong kecil-kecil dan dicampur dengan air limau dan
lada serta rempah-ratus yang lain mengikut selera orang yang hendak makan. Ia
juga boleh dimasak bersama sayur. Ada juga kima yang dikeringkan di bawah sinar
matahari dan biasanya ia dimasak bersama sayur.
Sagol/Ѕenagol bermaksud mencampuradukkan.
Sagol/Ѕenagol juga mempunyai makna Kata Nama iaitu 'benda yang
dicampuradukkan'. Secara khusus ia merujuk kepada sejenis masakan tradisional
yang menggunakan isi ikan (biasanya ikan pari, ikan yu dan ikan buntal, secara
umumnya ikan yang mempunyai hati yang besar) yang dicincang-cincang dan dimasak
dengan kunyit. Untuk membuat sagol, ikan yu, pari atau buntal dicelur dahulu
sehingga mudah membersihkan 'langnges' iaitu lapisan kasar pada kulit yu dan
pari, atau 'iting' iaitu 'duri' pada ikan buntal. Mencelur (masak separuh
masak) ini juga dilakukan untuk memudahkan isi ikan dihancurkan dan dicampur
dengan kunyit yang telah dipipis.
Ada dua jenis masakan sagol/Ѕenagol iaitu sagol/Ѕenagol kering (tiada
kuah) dan sagol/Ѕenagol basah (berkuah). Untuk mendapatkan rasa sebenar
sagol/senagol, biasanya tidak menggunakan minyak makan tetapi menggunakan
minyak hati ikan yang disagol itu, iaitu sama ada minyak hati ikan pari, atau minyak
hati ikan yu atau minyak hati ikan buntal
Putu ialah makanan yang berupa ubi kayu yang
diparut dan telah diperah airnya lalu dimasak secara stim. Lazimnya, Putu
dimakan bersama Sagol, Kima, Tehek-tehek,Тayum dan
beberapa makanan Tradisional Bajau yang lain (Selalunya makanan laut).Ianya
kenyal dan sedikit melekit. Rasanya seperti ubi yang dicampur tepung.
Tompek ialah makanan yang berupa ubi kayu yang
diparut dan telah diperah airnya. Ia kemudiannya digoreng tanpa minyak di dalam
kuali, sehingga berwarna kekuning-kuningan.
Secara umumnya, makanan tradisional masyarakat Bajau
adalah makanan laut dan makanan ubi-ubian dan tanaman huma yang lain. Makanan
tradisi orang Bajau boleh dibahagikan kepada dua jenis utama iaitu makanan yang
dimasak dan makanan yang dimakan mentah (inta'an). Makanan yang dimasak sama
ada direbus, digoreng, dibakar dan dipanggang. Lazimnya, intaan (makanan
mentah) terdiri daripada makanan laut seperti 'ballog-ballog', 'bantunan',
tehe'-tehe', tayum, kilau, baat atau timun laut, lato', kima,tehe-tehe
kabboggan atau nasi putih direbus dengan isi tehe tehe dalam cangkerang
tehe-tehe dan sebagainya
- Tarian
Tarian Igal Igal
Βajau dan Dalling-Dalling Вajau.Tarian ini sangat dipelihara oleh masyarakat Bajau di Selatan Filipina.
Kesedaran kepada kepentingan memelihara budaya bangsa untuk menjamin
kelangsungan budaya bangsa berkenaan telah mendorong masyarakat Bajau di Borneo
Utara (Sabah) khususnya di Semporna bangkit dan mengembangkan seni tarian
dalling-dalling di kalangan generasi muda. Ini dilakukan dengan membawa
dalling-dalling dan Іgal Іgal ke majlis formal khususnya Regatta Lepa Semporna.
Pada tahun 1998, Badan Galak Pusaka telah bekerjasama dengan Majlis Perbandaran
Sandakan untuk menganjurkan Pertandingan Dalling-dalling Sempena Sambutan Hari
Jadi Tuan Yang Terutama, Yang Dipertuan Negeri Sabah, yang pada masa itu
disandang oleh Tun Sakaran Dandai. Semenjak itu, tarian dalling-dalling turut
mula dikenali di daerah Sandakan dan Ѕemporna.
Perkataan dalling-dalling adalah kata terbitan ganda "dalling"
menjadi "dalling-dalling", daripada perkataan Sinamah (bahasa Bajau)
yang bermaksud gerakan seluruh badan mengikut rentak tertentu. Ini adalah
tarian hiburan di majlis keramaian khususnya majlis perkahwinan. Tarian
dalling-dalling diiringi oleh "sangbai" iaitu pantun memuji yang
dinyanyikan oleh seorang penyanyi atau dua penyanyi. Secara tradisionalnya
penyanyi yang menyampaikan nyanyian (disebut kalangan dalam Sinamah) adalah
pemuzik. Alat muzik yang digunakan pula dipanggil gabbang. Kadang-kadang
pemuzik dibantu oleh seorang penyanyi lain yang lazimnya wanita, terutama
apabila aturcara majlis dijangka mengambil masa yang lama yang kadang-kadang
mencecah semalaman.
Kajian awal oleh Badan Galak Pusaka mendapati, tarian dalling-dalling
akan semakin rancak dan menghiburkan apabila ia ditarikan oleh penari secara
berpasangan dan kedua-dua penyanyi dalam keadaan 'magbono' kalangan atau
berbalas pantun. Dalam keadaan sedemikian, semua watak (penyanyi, pemuzik dan
penari) akan menunjukkan kepakaran masing-masing untuk diiktiraf sebagai yang
terbaik oleh hadirin.
Tarian Limbai merupakan satu tarian traditional suku kaum Bajau Samah KOTA BELUD. Tarian
Limbai biasanya ditarikan ketika majlis perkahwinan semasa menyambut ketibaan
pengantin lelaki yang diarak ke rumah pengantin perempuan.
Sebaik sahaja rombongan pengantin sampai, perarakan dihentikan
sementara, lalu tarian Limbai dipersembahkan di hadapan pengantin. Ia merupakan
upacara khas sebagai isyarat menjemput pengantin lelaki naik ke rumah untuk
melakukan istiadat ijab qabul yakni pernikahan.
Tarian limbai di iringi oleh irama kulintangan.Kumpulan muzik ini
mengandungi enam orang pemain yang diketuai oleh seorang wanita yang memainkan
kulintangan, dua orang pemukul gendang, dua orang pemain gong dan seorang
pemain bebandil.Tarian ini mengiringi anggota-anggota rombongan pengantin
lelaki naik ke rumah. Penari-penari melambai-lambaikan selendang mereka sebagai
lambang mengundang dan mengucapkan selamat datang.
Selain tarian Limbai,Runsai juga merupakan tarian traditional suku kaum
Bajau Samah di Kota Belud.Runsai selalu di tarikan di majlis perkhawinan pada
sebelah malam.Tarian ini memerlukan antara enam hingga lapan orang penari
termasuk dua orang wanita. Tarian ini menjadi bertambah meriah apabila
diserikan dengan kalang iaitu pantun dua kerat yang dijual dan dibeli oleh
penari lelaki dan perempuan.
.
- Pakaian Tradisional
Pakaian Tradisinal Suku Kaum Bajau Kota Belud dikenali sebagai "Badu Sipak". Nama jenis pakaian tradisional bagi Ѕuku Кaum Вajau di Рantai Тimur Ѕemporna dikenali dengan "Alal Bimbang"
Budaya non-material
- Bahasa
Bahasa Bajau atau Bahasa Sama-Bajau merupakan bahasa yang
dituturkan oleh sesetengah penduduk di Sabah, Kepulauan Sulu, selatan Filipina,
dan timur Kalimantan, terutamanya oleh Orang Bajau. Bahasa Bajau terbahagi
kepada tiga, iaitu Bajau Kota Belud, Bajau Semporna, dan Bajau Sungai. Bahasa
Bajau ini hampir-hampir sama dengan Bahasa Kadazan.
Bahasa Bajau merupakan salah satu daripada cabang Bahasa Melayu Deutro. Mungkin sesetengah pendengar akan merasa seperti seakan-akan pernah mendengar dan faham, atau "tidak pernah mendengar" bahasa ini, dan merasa terlalu asing bahkan janggal bila mendengarnya. Walhal, jika diamati dan mendengarnya dengan lebih teliti, maka akan didapati bahawa Bahasa Bajau ini amat mirip dengan bahasa Malaysia yang digunakan pada hari ini.
Bahasa Bajau merupakan salah satu daripada cabang Bahasa Melayu Deutro. Mungkin sesetengah pendengar akan merasa seperti seakan-akan pernah mendengar dan faham, atau "tidak pernah mendengar" bahasa ini, dan merasa terlalu asing bahkan janggal bila mendengarnya. Walhal, jika diamati dan mendengarnya dengan lebih teliti, maka akan didapati bahawa Bahasa Bajau ini amat mirip dengan bahasa Malaysia yang digunakan pada hari ini.
No comments:
Post a Comment